Halaman

Hang your dream through the sky

Hang your dream through the sky

Make Dreams Come True

Dreaming--Believe--Work Harder--Rely on God

Minggu, 10 November 2013

Jodoh Tidak Jodoh

Sepanjang siang itu cahaya matahari menerobos masuk lewat celah tirai, berusaha curi- curi untuk menyilaukan mataku. Tapi saat itu aku berusaha tetap tenang, karena ada Diana duduk di depanku. Sosok perempuan yang anggun, penuh pengertian, manis dan ramah. Selera humornya juga bagus... Dia juga cerdas dan terampil. Seorang wanita karir yang menyenangkan!
Dia teman di fakultas yang sama denganku dulu. Kami lulus bareng sekitar 6 tahun yang lalu.
"Ada apa, rob?" dia bertanya sambil menyungging senyum. Tetap saja manis, seperti yang kukenal.
"Aku kaget dapet undangan itu.." kataku berusaha tenang.
"Ada apa? kenapa kaget? apa kamu menginginkan aku menikah nanti 20 tahun lagi?" kemudian Diana tergelak.

Bukan itu masalahnya...

Dulu, saat kuliah... Aku dan Diana dekat sekali. Tapi, saat itu aku sudah punya pacar, namanya Ifa. Aku dan Ifa saat itu berpacaran hampir 2 tahun. Hanya saja saat itu aku memacarinya karena tidak tega untuk memutuskannya. Aku sudah lama hilang rasa terhadap Ifa, tapi setiap kali kuminta putus Ifa selalu merengek sambil menangis. 
Aku tidak pernah melakukan apapun untuknya, bahkan mencumbunya saja tidak pernah!!
Diana yang tahu ceritaku itu, perlahan dekat denganku. Dia anaknya ceplas- ceplos. Dia memarahiku karena sudah bersikap begitu pada Ifa. 
Saat itu Diana juga sudah punya pacar. 
Kukira aku mendekati Diana hanya karena aku ingin berbagi cerita. Tapi... lama kelamaan, aku tersihir oleh pesonannya. Dia bukan perempuan sembarangan, bukan seperti kebanyakan di luar sana.
Di saat semua orang tertawa terbahak- bahak melihat sitkom populer saat itu, dia justru tidak tertarik menontonnya. Di saat semua temannya ribut belajar dandan, dia sibuk belajar memasak.
Di saat semua perempuan sibuk memikirkan jodoh dan pernikahan, dia justru mendapatkan beasiswa S2 ke luar negeri.

"Kamu sama Ifa gimana, rob??" Diana memecah lamunanku. "Eh, oh.. Yah, sudah lama kutinggal dia."
"Hmm.. Kok tega? padahal kan dari dulu kamu nggak tegaan.." Tanyanya.
"Aku capek, din. Aku capek dicintai kayak begitu."
Diana mendengus pelan, sambil menatapku dia berkata,
"Manusia itu lucu, ya? Satu- satunya makhluk yang nggak akan ada puasnya ya manusia. Ada yang ngerasa capek dicintai, di sisi lain ada juga yang udah capek mencintai.."
"Maksud kamu Ifa? Dia masih sering cari aku, din.."

Diana menarik badannya dari depanku, "Ifa? Siapa bilang? Aku cerita diri aku, kok.." Dia berucap dengan nada kesal. Kami terdiam. Karena aku nggak paham apa yang dimaksud Diana barusan.

"Dulu, aku sempat berharap kamu bakal putusin Ifa. Aku berharap begitu karena aku peduli sama kalian. Kalian berdua itu bodoh!! Nggak ada logika yg bisa dipake sama kalian. Aku sama sekali nggak salut dengan Ifa karena dia bisa bertahun- tahun mencintai kamu yang dingin begitu. Dan aku juga nggak ngerasa tertegun sama kebodohanmu yang nahan diri buat nggak mutusin Ifa!"

"Terus?" tanyaku.

"Aku dengan usahaku, berusaha menarik perhatianmu. Berusaha menyadarkan kamu, betapa kalau pacaran itu harus suka sama suka. Aku berharap kamu tersadar dan akhirnya memilih aku. Tapi..."
"Tunggu!! apa, din? Kamu berharap aku milih kamu??!" Kataku terperanjat.

"Ayolah, rob! kamu itu bodoh apa gimana, sih? Sudah jelas lah! Aku belain deketin kamu, padahal posisimu sedang ada pacar dan aku ada pacar. Menurutmu??"

Aku terdiam. 
"Buat apa kamu bilang itu hari ini, din? Minggu depan kamu nikah.." Kataku pelan.
"Nggak apa, aku cuma pingin kamu tahu aja, sih. Sekalian nyadarin kamu, kalo kamu harus buat keputusan kamu sendiri. Semua keputusan punya risiko, nggak semua orang bisa kamu senangkan sama keputusan kamu. Apapun risikonya, jalani saja. Hadapi saja! jangan takut.." "Andai dulu kamu lebih memilih meninggalkan Ifa, mungkin undangan ini bukan bertuliskan nama Doni di sini, tapi nama kamu, rob.." Ucap Diana.

Kami tenggelam lagi dalam diam. aku menatap wajah Diana, dia sama sekali tidak nampak sedih. Dia datar saja. Tidak ingin menangis atau menahan amarah atau apalah itu...

"Perasaanmu hari ini ke aku gimana, din?"
"Biasa. Hanya kasihan. Sekarang kamu kehilangan Ifa, kamu harus berani ambil keputusan untuk pergi darinya dan mencari sosok yang paling pantas buat kamu." Katanya mantap.

"Sosok itu ya kamu, din. Alasan kenapa aku bisa meninggalkan Ifa hari ini, karena kamu. Aku selalu nunggu kamu kembali.."
"Yakin? Aku 3 tahun di Inggris dan kamu sama sekali nggak kasih kabar ke aku, kamu bilang itu MENUNGGU??! FB ada, Skype ada, Line ada! Apa usahamu??" dia mulai naik pitam.
"Maaf, din.." Kataku.
"Kamu dari dulu juga cuma bisa bilang maaf, rob. Kalau maaf bisa menyelesaikan semuanya, penjara nggak bakal ada. Polisi pasti di PHK semua karena mereka gak ada kerjaan, pengadilan pasti sudah diruntuhkan! Tolonglah dirimu sendiri, rob. Sungguh, tidak akan ada yang bisa kalo bukan kamu sendiri.."

"Ada, itu kamu, Din.." Kataku lagi. "Kamu yakin akan menikah dengan Doni? dia nggak sesempurna mantan kamu!"
"Yakin. Aku belum pernah seyakin ini sama orang." Jawabnya tegas.
"Dia nggak ganteng, dia nggak kaya, din." Kataku lagi. "Aku belum pernah bertemu dengan orang yang bisa mencintaiku sebagaimana Doni mencintai aku. Dia mencintai masa laluku, hari ini dan dia akan bersamaku sampai seterusnya. Dia tidak hanya mencintai aku, dia juga peduli pada keluarga dan adik- adikku juga orang tuaku."

Aku tertunduk lesu mendengar penuturannya..

"Rob, kamu bahkan nggak pernah serius mencintai aku. Kamu bahkan nggak pernah berusaha menjaga perasaanku ataupun Ifa. Kamu hanya mementingkan egomu. Kamu juga nggak pernah mendekatkan diri ke keluargaku. Apakah itu alasan untukku mempertahankan kamu? Apakah itu alasan aku harus menikah denganmu?"

"Aku akan berubah demi kamu, Diana."

"Berubahlah demi dirimu. Minggu depan datanglah ke acaraku. Acara ini seumur hidup sekali, tidak akan ada lagi pesta pernikahanku yang kedua. Kalau besok kamu tidak datang, maka datanglah saat peti matiku akan ditutup." Diana bangkit sambil menyodorkan undangan ke depan cangkir kopiku. Kemudian dia berbalik dan pergi meninggalkan cafe. 


**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_

Aku berlari menuju ruang ICU. Aku baru saja dapat kabar kalau Diana masuk rumah sakit karena kankernya sudah masuk stadium lanjut. 
Di depan ICU ada Doni, suami Diana selama 12 tahun ini. Dia terduduk lemas begitu saja. 
"Don, mana Diana?" Tanyaku.
"Eh, elo, rob.. Dia di dalem. Belum sadar dia." Kata Doni lemas.
"Kamu brengsek, don!! Berapa tahun kamu hidup sama dia, kenapa kamu nggak ngertiin dia??! Harusnya kamu tahu kalo dia sakit, don!! Dia bukan tipe perempuan yang hobi mengeluh! dia suka menyembunyikan semuanya!!!! Harusnya kamu tahuuu!!" Kucengkeram kerah baju Doni.

"Elo ngomongin apa, rob?? gue selalu nemenin dia di waktu di check up! ngapain elo marah ke gue?? Lo kira gue penyebab Diana sakit??" Doni mendorong badanku sampai aku terjungkal.
"Tenangin otak elo, rob! gila lo! Lo kira elo Tuhan?? Elo ngaku sahabat Diana, tapi selama 12 tahun elo nggak pernah dateng ke rumah! Elo bahkan nggak ngerti apa yang udah Diana lalui!" Doni masuk ruang ICU meninggalkanku.

Aku selama satu jam duduk terpekur sendirian di depan ICU. Tidak lama Doni keluar, dia memanggilku, menyuruhku masuk karena Diana memanggilku.

Aku melihat Diana terbaring lemah di balik selimut biru itu. Sorot matanya nampak kuyu... 
Kuhampiri perlahan, lalu kudengar dia menyebut ,"Hai, Rob.."
Aku berusaha tersenyum, meski aku tidak ingin tersenyum karena aku miris melihat badan Diana yang nampak kurus sekali.
"Aku mau denger ceritamu selama ini. Kita lama sekali nggak ketemu.." Ucapnya. "Apa yang aku ceritakan? Aku pengangguran, aku nggak menikah.. Aku hidup sesuka hatiku." kataku.
"Ceritakan semuanya, mumpung aku masih bisa mendengarkan ceritamu, rob.." Kata Diana dengan lirih.

Sambil kutahan rasa pedihku, aku mulai bercerita, "Ibuku meninggal beberapa bulan setelah pernikahanmu. Kakak- kakakku akhirnya pindah ke luar kota, dan aku hanya tinggal dengan Ayahku. Ayah sering keluar dan jarang pulang. Kukira Ayah cari perempuan lain, tidak tahunya, sekitar setengah tahun kemudian aku menemukan Ayah di panti penampungan tuna wisma. Ayah sudah pikun, bahkan tidak ingat aku sama sekali.."

"'Lalu, rob?"

"Ifa menikah setahun setelah pernikahanmu. Aku akhirnya jual rumahku itu, uangnya aku tabung, sebagian kuambil untuk beli rumah kecil, cukup hanya untuk aku sendiri. setiap bulan aku juga rutin menyambangi Ayah. Tapi setahun lalu Ayah meninggal. Tinggal aku sendirian. Bener kata kamu, din.. Harusnya aku merubah nasibku sendiri." ucapku.

"Lalu? Yang terjadi?" Tanya Diana.

"Aku masih tidak bisa merubah apapun. Aku mau kamu sehat, biar kamu bisa memarahi aku lagi."

"Hahah.." Diana tertawa kecil. "Aku bahagia bisa hidup di dunia ini, rob. Meski cuma bentar, nggak masalah. Aku bisa menemukan kebahagiaan, kesedihan.. Aku bisa tertawa, tapi juga bisa marah. Aku bisa bertemu pangeran seperti Doni yang menyelamatkan aku.. Dan aku bisa bertemu kamu yang memberiku banyak pelajaran. Sudah cukup itu saja.."

"Tapi, kamu masih muda, anak- anakmu masih kecil, diin." Kataku.
"Cintaku pada mereka sangat besar. Aku jamin mereka pasti akan mendapatkan cinta yang lebih besar dari orang di sekitarku."

Kugenggam tangan Diana, dan aku benar- benar merasa hancur. Tidak seharusnya aku tidak membuat keputusan sejak dulu. 
Aku bahkan membiarkan orang yang paling kucintai pergi sia-sia. Aku mencintai Diana, bahkan sampai dia menikah, sampai hari ini...
Di saat aku butuh seseorang di sampingku, yang terlintas dalam benakku hanya Diana, bukan Ifa!
Di saat aku bahagia, aku berharap ada Diana di sampingku, turut tertawa bahagia juga. 

**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_

Tiga hari aku tidak tidur, begadang bergantian bersama Doni untuk menjaga Diana.
Mataku sampai cowong, aku bahkan tidak bisa tidur barang 5 menitpun!
Pagi tadi Diana tidur untuk selama- lamanya... Dan siang ini dia dimakamkan. Aku akhirnya duduk sendirian di masjid dekat rumah Diana. 
Aku mengeluarkan sebotol obat tidur. Aku ngantuk, kepalaku terasa pusing, tapi aku tidak bisa tidur. Aku mengambil beberapa butir, dan kuminum sekaligus..
Kusandarkan punggungku di pilar masjid, sambil terus berdoa untuk Diana. Sesekali harapan konyol juga terlintas, berharap Diana ada di sampingku dan tersenyum seperti biasanya.

"Hey, rob! Jangan tidur di masjid.." Ah! benar sekali, Diana membangunkanku. "Ayo, kita pergi dari sini." Dia menggandengku.
Aku menurut saja.

**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_**_

"Ya ampun, Robi... Kenapa elo ngelakuin ini??" Doni berlutut memeriksa badan Robi yang sudah dingin. Di samping badan Robi ada sebotol pil obat tidur yang tercecer. 



































































Senin, 13 Mei 2013

Evening Coffe

Dua tahu terakhir, setiap minum kopi, selalu ada reaksi berlebihan dari dalam lambungku. Entah mual, sebah, kembung, selalu ingin bersendawa, dan ada refluk dari lambung. Kadang juga aku merasa keringat dingin keluar setelah mengonsumsi kopi. 


Semula aku hanya berpikir inilah efek tidak kuat minum kopi, tapi... Orang itu, sebut saja Q memberitahuku mengenai GERD

(Gastro-Esophageal Reflux Disease).


Q bilang kalau aku harus menghentikan kebiasaanku minum kopi. Kenapa?


Dia bilang kalau aku meneruskan kebiasaanku, GERD yang semula ringan ini akan berdampak makin parah, mulai peradangan sampai kanker kerongkongan.

Tapi, aku nggak peduli..

Berapa kalipun kerasnya dia melarangku meminum kopi, aku tetap meminumnya


Kamu tahu, kopi itu seperti candu bagiku.


dulu setiap aku pergi bersamamu, kamu selalu membawaku ke kedai kopi dan membelikan secangkir kopi hitam atau segelas kopi modifikasi.

Setelah itu, kita akan ngobrol sampai sorepun habis, menyisakan ampas kopi di dasar gelas masing- masing.



Setiap aroma kopi itu kuhirup, aku seolah sedang duduk berhadapan denganmu di sebuah kedai sederhana. 

Dengan suasana yang tenang dan homey
Sederhana.. Memang itulah cara kita menghabiskan waktu bersama. Dulu.
Kita bertukar cerita sepanjang siang... Menyeruput kopi cecap demi cecap..
Membiarkannya sampai mendingin dan menyisakan hanya butiran ampas.



Sekarang, aku bahkan terlalu bingung untuk mengingatmu. Kamu seperti asap kopi yang kita minum di suatu siang. Mengepul pada saat hangat, dan sirna saat mendingin.

Asapnya memang wangi, sama seperti hatimu... Tapi  keberadaannya tidak lama.



Aku juga terlalu tidak rela melupakanmu. Kamu seperti kopi bagiku. Menyenangkan, tapi membawa kesakitan. 

Keputusan untuk pergi darimu, sama menyangsikan dengan berhenti meminum kopi.


Aaah... Aku hanya bisa bilang, biarkan waktu membawa kita berdua. Menyudutkan kita sampai ke tepian yang nantinya justru akan mempertemukan kita atau malah memisahkan kita jauh- jauh.



Setidaknya...
Aku ingin kita memiliki waktu senggang di suatu siang, sekedar untuk ngobrol dan menikmati kopi kita sendiri..

Hanya sekedar berbagi cerita dan tawa. Berusaha memahami satu sama lain, kalau ternyata ada perbedaan yang harus diabaikan sejenak. 



Harapan hanya harapan..



Untuk saat ini, aku hanya bisa meminum kopiku sendiri. Sedikit semangat untuk hari- hari lain tanpamu.


Rabu, 20 Maret 2013

Ada Kangen

Sudah bukan pacar, tapi masih saling mencari ketika tidak menemukan sudut untuk menyendiri. 
Merasa harus mengakhiri status, padahal tetap saling menatap
Katanya sudah tidak ingin bersama, tapi masih bisa saling memahami dalam diam
Memalingkan wajah, meski hati berdoa untuk bertemu lagi


Berkata untuk berhenti mencintai... Padahal rasa khawatir kehilangan masih ada
Mungkin ini disebut naif atau munafik
Tapi bagiku ini hanyalah kebohongan untuk kebaikan kami
Cinta harus memiliki?
Aku memiliki keputusan untuk mencintainya sekaligus melepaskannya
Itulah cara ku untuk membuktikan cintaku padanya


Setidaknya aku masih memiliki sebuah cinta yang tidak bertepi
tanpa syarat dan abadi
lebih dari cintanya
dan yang bisa memberikan ku itu hanyalah
Tuhan..


Bersamanya sangat menyenangkan
Dunia terasa begitu damai
Tidak ada yang perlu ditakutkan
Ada dia disamping ku


Tapi, dia akhirat kelak.. Aku masih ingin berada bersamanya
berjalan menuju surga Nya
menuju cinta yang kekal
Andai kami ditakdirkan sejalan menuju surga Nya,
maka sesulit apapun jalannya, akan kutempuh
asal bisa bersama dia di dunia dan akhirat 

Minggu, 25 November 2012

Ini Bukan FTV. Tapi Tukang Odong- Odong Itu Rupawan!!

Pagi ini saya dan keluarga kecil saya segera pergi ke rumah saudara di bilangan Surabaya Timur. Hari ini peringatan 3 hari mendiang kakek saya.
Sebagai keluarga Jawa yang masih memegang tradisi, kami akan mengadakan Yasinan di hari ketiga kepergian mendiang.
Saya harus ikut rewang (baca: bantu repot) di rumah saudara saya itu. Jam 8 pagi saya sudah touchdown di sana. Ternyata di sana sudah ramai. 
Itu rumah budhe saya, beliau punya 7 anak, dan semuanya sudah berkeluarga bahkan sudah ada anaknya yang berusia kelas 6 SD. (padahal saya masih single dan belum nikah) -_- jauh sekali, kan jaraknya?
Baik, kembali ke topik.

Saya, sebagai tante muda tidak tinggal diam melihat ponakan kecil yang banyak dan unyu- unyu. Saya mencoba mengemong mereka, dan ketika saya sedang menemani mereka di teras, lewatlah tukang odong- odong. 

Lantunan lagu "Balonku Ada 5" yang membuatku tahu itu tukang odong- odong. Lalu segera kupanggil dia agar menepi ke rumah budheku. Setelah itu kubimbing tiga ponakanku yang ingin naik odong- odong.

Saya cuma bisa terdiam ketika melihat si pengayuh odong- odong itu. Seorang pemuda, mungkin umurnya tidak terpaut jauh dengan saya. Begitu melihat ketiga ponakan saya, dia langsung menyapa dengan semangat. Seperti guru TK kepada muridnya. Dia membantu saya untuk menaikkan keponakan saya ke atas odong- odong.

Dia mulai mengayuh, dan di sela- sela lagu yang diputar, dia melontarkan beberapa pertanyaan padaku:

D: Ini adek mbak atau anak mbak?

A: Hah? anak? gila aja, mas. aku masih segini masak punya anak? tiga lagi! 

D: hahaha kali aja, mbak. jaman sekarang nikah muda udah ngetren lagi kayak dulu.

A: ya tapi apa aku keliatan udah setua itu, ya?

D: Oh ya berarti ini adek mbak, ya?

A: ponakan, mas

D: nah, udah tua juga kan! berarti mbak tantenya, kan?

A: *senyum kecut*

D: mbak masih sekolah?

A: aku udah kuliah, mas *agak sebel*

D: oya? semester berapa, mbak?

A: 5, mas. *mau nanya dia gimana, tapi nggak berani*

D: Oh, tahun depan skripsi ya, mbak?

A: iya, mas. tau banget nih..

D: Iya mbak, saya juga masih kuliah kok sebenernya.

A: Lah? kuliah di mana, mas? semester berapa? *nada Kepo*

D: rahasia, mbak. pokoknya di universitas di surabaya *nyengir*

A: ah, kenapa pake rahasia segala

D: hayoo, mbaknya kepo ya?

A: *diem* *Ngempet mangkel* mas kerja ini nyambi?

D: iya lah mbak..

A: hmm kalo boleh tahu berapa mas sehari- harinya kalo narik odong- odong?

D: nggak seberapa besar, mbak. soalnya kan dibagi juga sama kontrak odong- odong. lagian aku nggak nyari duit kok narik odong- odong ini.

A: lho, terus?

D: aku seneng sama anak kecil. sekalian buat mempelajari kehidupan mereka gitu. semacam studi lah..

A: buat skripsi?

D: semacam gitu

A: berarti jurusan mas pendidikan paud ya? apa psikologi?

D: ra-ha-si-a mbak 

A: tapi kalo mau ngumpulin data tentang anak2 kecil bukannya lebih enak kalo ke sekolah aja, mas?

D: yaah, kalo ke sekolah dapet data, tapi uang kan enggak. 

A: oh bener juga, sih.

D: itu bedanya mahasiswa sama siswa, mbak. kalo mahasiswa itu bisa nyari duit sesuka hatinya, beda sama siswa. hehe

A: *menyimak* enak sih mas jadi cowok. jadi bebas keliaran kemana aja kalo mau cari duit.

D: lha emangnya mbak nggak bisa?

A: susah, mas. kalo cewek itu ribet. banyak tapinya! *curhat*

D: yaa, kalo itu sih emang bener, mbak. kodratnya itu cewek emang bukan kerja cari uang. tapi jadi induk yang jaga sarang. sementara cowok itu jadi pejantan yang berburu daging. hehe

A: waduh, mas ini jurusan kedokteran hewan ya?

D: pengetahuan umum itu, mbak. kebanyakan nonton discovery channel lo mbak

A: *mikir* (discovery channel? berarti dia orang mampu yah kalo bisa ngomong gitu). oya, ngomong2 keluarga mas tahu kalo mas kerja jadi tukang odong- odong?

D: yaah, nggak tahu kayaknya. kenapa, mbak?

A: ya nggak apa. kalo aku ngeliat sekilas, mas itu kayaknya lebih dari cukup untuk kerja begini

D: ya mbak ini. kan tujuan saya emang bukan uang, mbak. tujuannya buat main sama anak kecil  *senyum*

(halah, manis banget)


setelah itu percakapan ini tidak berlanjut, karena beberapa sepupu tua saya mulai keluar rumah dan turut meramaikan odong- odong. Mereka betah sekali merumpi dengan tukang odong- odong itu.
Karena hilang selera dengan suasana yang riuh, saya memilih masuk ke dalam rumah.

one word for that man: Misterius!
:)

November and its lessons

I FAIL IN LOVE SO MUCH... 

Begitu banyaknya orang yang datang dan pergi dalam hidup kita. Mencari pasangan hidup memang tidak mudah, ada kalanya kita berusaha begitu keras untuk mendapatkan satu saja yang cocok... Tapi, tidak semudah yang dibayangkan.
Seringkali gagal...
Lalu membandingkan diri dengan orang lain agar mendapat ketenangan. Takut untuk dicela tidak laku...
Apalah itu, sebaiknya anda perlu berkaca pada keadaan yang lain. 

Beberapa hari lalu, di rumah saya yang sederhana, datang seorang PRT baru. Usianya baru 18 tahun, 2 tahun lebih muda daripada saya. Tapi dia sudah menikah. (wow!)
Dia asli domisili Bangkalan, Madura. Dia tidak bisa berbahasa jawa, dan agak fasih berbahasa Indonesia. Orangnya masih kekanak- kanakan, tetapi ceria dan selalu bersemangat.

Suatu malam saya berbincang- bincang dengannya, hanya pertanyaan sederhana awalnya. Sekedar intermeso untuk mengakrabkan diri dengannya...
Tapi, yang namanya saja wanita, setiap obrolan ringan pasti pelan- pelan ditarik ke arah obrolan serius yang KEPO sekali.

Aku: Enak ya mbak udah nikah? punya temen berbagi susah-seneng selamanya..

Dia: Enggak dek.

A: kenapa? bukannya kalo nikah itu udah bukan ngomong 'aku' lagi ya? tapi ngomongnya udah 'kita'

D: hehe, tapi aku ndak cinta sama suami aku

A: lo, kenapa nikah? *polos*

D: Ya sejak kecil kan aku sudah nggak punya mak sama pak, cuma tinggal di rumah, nunggu uang dari kakak aku. Paling juga aku di sana kerja apa gitu, dek. Begitu ada suami aku ngelamar, ya aku terima. daripada lama- lama aku jadi beban buat kakak aku.

A: *diem* *speechless*

D: Adek gimana, udah punya pacar?

A: Emh, ehehe.. tapi beda agama

D: Astigfirulloh, kok gitu, dek??

A: ya nggak tau, mbak. kalo cinta itu bisa milih ya?

D: orangnya ganteng, ya dek?

A: agak, sih. tapi yang bikin aku suka bukan gantengnya. tapi pesonanya itu lho. dia itu keliatan cerdas, mbak. agak sombong gitu mukanya.

D: ha?? kok aneh dek?

A: ya gitu deh.. seleraku emang aneh, mbak. hehehe. aku tunjukin fotonya ya? *nunjukin foto di hape*

D: deek! itu ganteng! suami aku nggak ada apa- apanya, dek..

A: amasak? gini sih kalo kataku nggak seberapa ganteng, cuman mempesona aja. manis hehe

D: tapi dek, kenapa kok milih yg beda agama sih? mama papa adek kan sholatnya bagus. jangan dilanjutin lah, dek.

A: Yah, maunya sih gitu.. Tapi hati kok nggak bisa ya, mbak? apa masih belum bisa aja kali, ya?

D: hati apaan, dek? kalo kata mbak sih itu nafsu, bukan hati atau cinta..

A: *diam* *mikir*

D: kalo cinta itu... Eh, mbak ya nggak tau sih kalo cinta itu gimana. mbak aja nggak cinta kok sama suami mbak hehe

A: Ya kenapa dulu mbak nggak deketin cowok lain?

D: emangnya ada pilihan lain buat mbak? mbak ini nggak punya apa- apa. beda sama adek. adek punya mama-papa, uang mereka juga banyak, baju adek banyak, bagus- bagus lagi. adek juga cantik, kerawat. banyak laki yang mau sama adek. kalo mbak? mbak ini nggak punya sapa- sapa, dek. nggak punya duit juga. mau beli ini itu nggak bisa. mau keliatan cantik bisanya pake viva itu aja.. *ketawa*

A: emh ya, tapi kesempatan itu ada kalo mbak nyoba, sih.

D: nyoba apa dek? mbak kan mikir buat makan besok aja kadang sampai nggak bisa tidur. pokoknya hari ini harus kerja harus ada uang, baru bisa tidur malamnya. hehehe... 
Yaudahlah, kalo mbak nih udah nggak bisa diapa- apain. adek aja yang sekarang belajar buat milih laki, ya. jangan sampek adek nikah sama laki karena terpaksa kayak mbak. nggak enak juga, dek. kasihan laki mbak, udah berharap mbak cinta sama dia, tapi mbaknya masih belum bisa cinta. hehe

A: ya kalo gitu, mbak belajar mencintai laki mbak, deh. nggak ada kata terlambat mbak buat mencintai orang. sekarang belum bisa cinta, tapi besok siapa tahu bisa cinta, mbak. 

D: iya ya, dek. Adek ini kayaknya udah bolak- balik pacaran ya? kok kayaknya paham gitu. kalo mbak sih nggak pernah pacaran dek. sekalinya jadi ya sama laki mbak ini... mbak kan nggak punya apa- apa, jadi nggak mungkin pacaran. 

A: masak, mbak? mbak lho manis.

D: adek bisa aja, kan! tapi mbak ini nggak keren dek, nggak ada yang mau.

A: *mbatin* padahal dia manis kok, masak nggak pernah pacaran?


Oke, itu sedikit kutipan dari obrolan kami beberapa hari lalu. Setidaknya aku mulai paham, berapa kalipun gagal dalam mencintai, setidaknya itu terjadi hari ini. Tidak dalam pernikahan nanti.
Tuhan sudah memberikan sebuah porsi cobaan untuk kita lalui sebelum mencapai garis finish. Tuhan ingin agar aku berusaha lebih baik dan selektif lagi dalam menentukan pendamping hidup.

Mungkin Ia sedang memperlihatkan padaku, bahwa pria yang kuinginkan jadi pendamping hidup belum tentu yang terbaik untukku kelak. 

Mungkin Ia membiarkanku berkeliaran sesuai dengan keinginanku, begitu aku sudah jatuh, dan menyadari betapa salahnya langkahku, maka Ia akan siap dengan rencana baik untuk membangkitkanku dan saat itulah Ia akan menggelarkan karpet menuju gerbang kebenaranNya.

Saya sih percaya itu :) 

Betapapun berat dan sakitnya berkali- kali gagal, setidaknya itu bukan dalam pernikahan. Tuhan sedang menunjukkan pada saya tentang jalan hidup yang sebenarnya. 


I'm on it, God :)

Sabtu, 31 Desember 2011

Precious 2011 and Mysterious 2012

Selama saya hidup sejak 1993, tahun 2011 saya akui sebagai tahun yang memiliki catatan kejadian paling mengesalkan. Mulai dari kehidupan yang menyenangkan, sampai yang membuat diri ini ingin membunuh seseorang.






Tahun ini juga merupakan salah satu perayaan ulang tahun saya yang mengejutkan. Tahun 2011 juga menjadi tahun yang menyimpan banyak sekali kenangan. Bertemu orang- orang baru, membangun hubungan yang lebih baik dengan mereka.
Memperbaiki hubungan di antara rekan dan keluarga... 
Memperbaiki diri sendiri agar menjadi lebih baik (Kalau diukur, mungkin saya sudah mencapai 78% dalam proses pengubahan diri)


Di tahun 2011 juga saya bertengkar sangat hebat dengan orang itu. Dan di tahun yang sama pula saya berbaikan dengannya.


2011 itu memang keajaiban. 
2011 itu benar- benar suatu kehidupan. Kita dibuat senang, sedih, marah, tertawa, menangis, naik dan turun.
Kita dibawa masuk ke dalam kehidupan yang benar- benar menyenangkan.
Di tahun 2011 inilah saya merasakan hidup yang lebih berarti. 








Dan di akhir 2011 ini saya tidak ingin merayakannya. Saya tidak ingin merayakan hari di mana saya jelas- jelas MENUA. Atau merasa sangat senang dengan berkurangnya umur saya.
Yah, dengan adanya 2012 kita diberikan kesempatan untuk menjadi lebih baik lagi. Kita diberikan waktu untuk mewujudkan harapan kita semua.






Tapi, merayakan pergantian tahun SECARA BERLEBIHAN, bukanlah pilihan bijak (mengingat usia kita yang mulai berkurang, apakah cara itu yang anda ambil?)


Di mata saya, mereka yang secara berlebihan merayakan pergantian tahun ini, tidak lebih daripada golongan orang- orang yang tidak menghargai waktu.
Mereka berteriak menyambut tahun yang akan datang, serta merta melupakan tahun sebelumnya. Sikap mereka seperti anak SMA yang lulus UNAS!!


Sikap seperti itu menunjukkan kalau anda sangat tertekan di tahun sebelumnya, berharap akan lepas dari segala beban di tahun itu dan memulai di tahun yang baru. HOW SWEET??!


Ganti tahun, bersikaplah dewasa.
Ingatlah usia anda semakin memendek, senangkah anda dengan kenyataan itu??















HVNS66